1. Energi Ionisasi
Energi ionisasi adalah energi yang diperlukan
untuk mengeluarkan elektron valensi dari suatu atom atau ion dalam wujud gas.
Nilai energi ionisasi bergantung pada jarak elektron valensi terhadap inti
atom. Makin jauh jarak elektron valensi terhadap inti atom, makin lemah tarikan
inti terhadap elektron sehingga energi ionisasi makin kecil. Pada periode yang
sama, dari kiri ke kanan jari-jari atom relatif tetap, tetapi jumlah proton
bertambah. Hal ini menyebabkan tarikan inti terhadap elektron valensi makin
besar, sehingga energi ionisasi makin besar.
Untuk unsur-unsur satu golongan, dari atas ke
bawah, jari-jari atom bertambah secara tajam dengan bertambahnya kulit elektron
(orbital). Dengan demikian, dapat dipahami bahwa secara umum energi ionisasi
menurun dengan bertambahnya nomor atom.
2. Jari-jari Atom
Jari-jari atom adalah jarak dari pusat inti ke
elektron paling luar. Jari-jari atom ditentukan dengan mengukur panjang ikatan
(jarak antar inti) dalam senyawa. Jari-jari atom sangat kecil, diduga
diameternya sekitar 10–10 m. Satuan yang biasa digunakan untuk menyatakan
jari-jari atom adalah angstrom (Å). Satu angstrom sama dengan 10–10 m.
Jari-jari atom berubah-ubah bergantung pada
besarnya tarikan antara inti dengan elektronnya. Makin besar tarikan, makin
kecil jari-jari atomnya. Tarikan inti terhadap elektron dipengaruhi oleh jumlah
proton dalam inti dan jumlah kulit yang mengandung elektron. Inti dengan jumlah
proton yang lebih banyak mempunyai tarikan yang lebih besar terhadap
elektron-elektronnya. Penurunan jari-jari atom dari kiri ke kanan dalam periode
yang sama disebabkan bertambahnya jumlah proton di dalam inti atom, sedangkan
jumlah orbitalnya sama. Dengan bertambahnya jumlah proton, tarikan inti
terhadap elektron valensi makin kuat sehingga terjadi pengerutan volume atom.
Akibatnya, jari-jari atom dari kiri ke kanan mengecil. Kenaikan jari-jari atom
dari atas ke bawah dalam golongan yang sama disebabkan bertambahnya jumlah
bertambahnya orbital (lintasan) elektron. Bertambahnya orbital menyebabkan
volume atom mengembang sehingga jari-jari atom meningkat.
3. Afinitas Elektron
Afinitas elektron adalah perubahan energi atom
ketika elektron ditambahkan kepada atom itu dalam keadaan gas. Berbeda dengan
energi ionisasi, afinitas elektron dapat berharga positif atau negatif. Jika
satu elektron ditambahkan kepada atom yang stabil dan sejumlah energi diserap
maka afinitas elektronnya berharga positif. Jika dilepaskan energi, afinitas
elektronnya berharga negatif.
Secara umum, nilai afinitas elektron dalam
golongan yang sama dari atas ke bawah menurun, sedangkan pada periode yang sama
dari kiri ke kanan meningkat. Nilai afinitas elektron umumnya sejalan dengan
jari-jari atom. Makin kecil jari-jari atom, nilai afinitas elektron makin
tinggi. Sebaliknya, makin besar jari-jari atom, nilai afinitas elektron kecil.
4. Keelektronegatifan
Keelektronegatifan didefinisikan sebagai
kecenderungan suatu atom dalam molekul untuk menarik pasangan elektron yang
digunakan pada ikatan ke arah atom bersangkutan. Skala keelektronegatifan yang
dipakai sampai sekarang adalah yang dikembangkan oleh Pauling sebab
lebih lengkap dibandingkan skala keelektronegatifan yang lain.
Gambar 4. Linus Pauling
Sumber : Mudah dan Aktif Belajar Kimia, 2009
Pauling memberikan skala keelektronegatifan 4
untuk unsur yang memiliki energi ionisasi dan energi afinitas elektron tinggi,
yaitu pada unsur florin, sedangkan unsur-unsur lainnya di bawah nilai 4.
Pada tabel periodik, unsur florin yang
ditetapkan memiliki keelektronegatifan 4 (terbesar) berada di ujung kanan
paling atas. Adapun Unsur fransium yang memiliki keelektronegatifan terendah
yaitu 0,7 berada di kiri paling bawah dalam tabel periodik.
5. Sifat Logam non-logam
Secara kimia, sifat logam dikaitkan dengan
keelektronegatifan, yaitu kecenderungan melepas elektron membentuk ion positif.
Jadi, sifat logam tergantung pada energi ionisasi. Ditinjau dari konfigurasi
elektron, unsurunsur logam cenderung melepaskan elektron (memiliki energi
ionisasi yang kecil), sedangkan unsur-unsur bukan logam cenderung menangkap
elektron (memiliki keelektronegatifan yang besar). Sesuai dengan kecenderungan
energi ionisasi dan keelektronegatifan, maka sifat logam-nonlogam dalam
periodik unsur adalah:
1.
Dari kiri ke kanan dalam satu periode, sifat logam berkurang, sedangkan sifat
nonlogam bertambah.
2.
Dari atas ke bawah dalam satu golongan, sifat logam bertambah, sedangkan sifat
nonlogam berkurang.
Jadi, unsur-unsur logam terletak pada bagian
kiri-bawah sistem periodik unsur, sedangkan unsur-unsur nonlogam terletak pada
bagian kanan-atas. Batas logam dan nonlogam pada sistem periodik sering
digambarkan dengan tangga diagonal bergaris tebal, sehingga unsurunsur di
sekitar daerah perbatasan antara logam dan nonlogam itu mempunyai sifat logam
sekaligus sifat nonlogam. Unsur-unsur itu disebut unsur metaloid. Contohnya
adalah boron dan silikon. Selain itu, sifat logam juga berhubungan dengan
kereaktifan suatu unsur. Reaktif artinya mudah bereaksi. Unsur-unsur logam pada
sistemperiodik unsur makin ke bawah semakin reaktif (makin mudah bereaksi)
karena semakin mudah melepaskan elektron. Sebaliknya, unsur-unsur bukan logam
pada sistem periodik makin ke bawah makin kurang reaktif (makin sukar bereaksi)
karena semakin sukar menangkap elektron. Jadi, unsur logam yang paling reaktif
adalah golongan IA (logam alkali) dan unsur nonlogam yang paling reaktif adalah
golongan VIIA (halogen) (Martin S. Silberberg, 2000).
6. Titik Leleh Titik Didih
Berdasarkan titik leleh dan titik didih dapat
disimpulkan sebagai berikut.
1. Dalam
satu periode, titik cair dan titik didih naik dari kiri ke kanan sampai
golongan IVA, kemudian turun drastis. Titik cair dan titik didih terendah
dimiliki oleh unsur golongan VIIIA.
2. Dalam
satu golongan, ternyata ada dua jenis kecenderungan: unsurunsur golongan IA –
IVA, titik cair dan titik didih makin rendah dari atas ke bawah; unsur-unsur
golongan VA – VIIIA, titik cair dan titik didihnya makin tinggi.
7. Keasaman
Menurut Arrhenius, asam adalah zat yang dalam
air melepaskan ion H+. kecenderungan dalam sistem periodik adalah
1. Dalam
satu periode, sifat keasaman semakin meningkat dari kiri ke kanan. hal ini
karena unsur tersebut semakin mudah melepas H+ dalam ikatannya. ini menyebabkan
sifat keasaman IIA akan lebih besar dari IA dan yang paling besar adalah
golongan VII A.
contoh
reaksi ionisasi dari asam adalah
HCl
-> H+ + Cl-
2. Dalam
satu golongan, sifat keasaman semakin meningkat dari bawah ke atas. hal ini
karena unsur tersebut semakin mudah melepas H+ dalam ikatannya. ini menyebabkan
sifat keasaman periode 7 akan lebih besar dari periode 6 dan yang paling
besar adalah periode 2.
8. Kebasaan
Menurut Arrhenius, basa adalah zat yang dalam
air melepaskan ion OH-. kecenderungan dalam sistem periodik adalah
1. Dalam
satu periode, sifat keasaman semakin meningkat dari kanan ke kiri. hal ini
karena unsur tersebut semakin mudah melepas OH- dalam ikatannya. ini
menyebabkan sifat kebasaan IA akan lebih besar dari IIA dan yang paling besar
adalah golongan I A.
contoh
reaksi ionisasi dari basa adalah
NaOH
-> Na+ + OH-
2.
Dalam
satu golongan, sifat keasaman semakin meningkat dari atas ke bawah. hal ini karena
unsur tersebut semakin mudah melepas OH- dalam ikatannya. ini menyebabkan sifat
kebasaan periode 3 akan lebih besar dari periode 4 dan yang paling
besar adalah periode 7
9. Reduktor
10. Oksidator
11. Kemampuan membentuk ikatan ion
12. Kemampuan membentuk ikatan
kovalen
Tidak ada komentar:
Posting Komentar